Peluncuran layanan transaksi uang elektronik, e-money interoperability atau P2P (peer to peer) transfer pada bulan ini, dilakukan di gedung berwibawa: Bank Indonesia. Sekilas, dengan adanya “restu” bank sentral itu, transaksi elektronik menjanjikan keamanan dan kenyamanan. Setidaknya begitulah harapan saya. Namun rupanya, harapan itu masih menjadi angan-angan. Kamis, 23 Mei, seminggu setelah peluncuran program transaksi uang elektronik itu, saya mencoba menghubungi operator telepon seluler, melengkapi keingintahuan saya tentang transaksi tersebut. Ternyata masih banyak hal yang tidak mereka ungkap di awal, kecuali kita bertanya. Untuk itu, dalam catatan saya, setidaknya ada lima hal yang patut dijadikan pertimbangan sebelum transaksi dilakukan. Pertama, ancaman pembobolan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring sudah mengingatkan agar perusahaan telekomunikasi berhati-hati menjaga keamanan. Dari catatan kantornya, Tifatul mengungkapkan, dalam setahun ada 39,9 juta kali serangan pembobol kepada sistem informasi di Indonesia. Tentu saja pihak operator telepon menepis kemungkinan ini. Seperti kata Adita Irawati, Head of Corporate Communication Group PT Telkomsel, pihaknya sudah mengantisipasi semuanya. Tapi buat saya, janji seperti ini sudah sering masuk ke telinga, walaupun dalam kasus berbeda. Kedua, biaya tersembunyi Bagi layanan transfer elektronik lintas operator yang baru diluncurkan itu, ada biaya sebesar Rp2.000 setiap kali transfer. Jadi, layanan ini jangan dipahami sebagai fasilitas gratis, melainkan produk jasa yang harus dibeli oleh konsumen. Bahkan untuk layanan BlackBerry yang bekerja sama dengan Bank Permata, biaya yang dikutip sebesar Rp5.000 sekali transfer. Lalu bagaimana pencairan uangnya? Bagi layanan Bank Permata itu, tentu harus lewat ATM. Sementara lewat jaringan operator telepon seperti Indosat yang saya hubungi, tragisnya tidak punya patokan. Di gerainya, ada yang mengutip Rp5.000, ada pula yang gratis. Tapi gerai mana yang gratis, mungkin perlu dicek satu per satu karena layanan pelanggan mengaku tak tahu. Ketiga, ternyata BI hanya agen pemasaran Menurut saya, posisi Bank Indonesia dalam kasus uang elektronik ini tak lebih sebagai tenaga pemasaran. Sebab jika terjadi sengketa, bank sentral tidak bisa melakukan apa-apa. Semua diserahkan kepada operator telepon selular masing-masing. BI memang menerbitkan regulasi. Namun ketika terjadi sengketa, tetap saja konsumen yang kena getahnya. Mestinya, sebagai penerbit regulasi, bank sentral ambil tanggung jawab jika terjadi sengketa. Minimal jadi penengah, begitu. Keempat, simpanan cuma-cuma Perlu diingat juga, uang yang disimpan dalam rekening elektronik itu tidak seperti di bank yang ada bunga. Bahkan seandainya ada masalah, jangan bayangkan Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS bakal memberikan ganti rugi, karena status uang Anda bukan simpanan dan lembaganya bukan bank. Jadi, miriplah dengan uang yang kita simpan di bawah bantal. Setiap saat bisa digunakan, kalau hilang pun tanggung sendiri. Bedanya, transaksi elektronik menggunakan saluran berbayar: internet atau pulsa, sementara simpanan di bawah bantal gratis. Begitulah kira-kira. Kelima, pemegang informasi sepihak Kalau kita menyimpan uang di bank, walaupun bunga kecil, tentu kita tahu posisi terakhir uang dalam simpanan itu. Setidaknya data yang disimpan oleh bank sama dengan buku tabungan atau cetakan pada transaksi ATM. Andai kata ada teller salah sebut, kita punya bukti nyata. Namun pada uang elektronik, yang memegang data hanya operator telepon seluler. Kita tidak tahu sisa uang sendiri, kecuali harus minta informasi (mungkin) kepada operator telepon. Jadi berapa pun yang disebut, bisa jadi kita pasrah lantaran tidak punya data pembanding. Dengan timbangan seperti ini, walaupun diluncurkan di gedung Bank Indonesia, rasa nyaman dan aman yang semula ada di persepsi saya langsung buyar. Ternyata saya merasa tertipu dengan simbol gedung Bank Indonesia, tempat layanan bersama itu diluncurkan.
Browse: Home > 5 Hal yang Sebaiknya Anda Tahu Tentang Transaksi Uang Elektronik
0 Comments:
Posting Komentar