Info Bisnis Indonesia Headline Animator

Info Bisnis Indonesia

Info Bisnis Indonesia
submits you website Click In Here
" Distributor Pulsa Isi Ulang Tronik "
...Termurah & Terpercaya...

Kami
adalah mitra bisnis Authorized Dealer voucher elektrik sebagai distributor penjualan pulsa isi ulang / voucher elektrik GSM & CDMA termurah dengan sistem pengisian pulsa melalui teknologi sms sejak tahun 2006
  • Menyediakan Produk Voucher Elektronik dengan sistem satu deposit untuk pengisian multi operator (All Operator)
  • Transaksi langsung ke server (multi server) sehingga dapat dilakukan 24 jam non stop setiap hari secara realtime berbasis SMS Top Up, menggunakan engine otomatis


Benarkah dalam Insiden Bima Polisi Melanggar Protap?


Bentrokan warga dengan aparat kepolisian di Pelabuhan Sape, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, Sumbawa, Sabtu, 24 Desember 2011, membawa korban tewas. Bentrokan itu, menurut para aktivis, karena polisi melakukan pendekatan represif dalam menjaga keamanan.

Polisi, kata Koordinator Kontras Haris Azhar, bahkan disebut telah melanggar prosedur tetap pengamanan kawasan. Misalnya, sesuai protap harus menggunakan water cannon untuk membubarkan massa. Selain itu, polisi juga dipersenjatai dengan tameng, pentungan, dan tembakan gas air mata. "Polisi tidak boleh menembak meskipun dengan peluru hampa," kata Haris di Jakarta, Senin, 26 Desember 2011.

Haris juga mengatakan, jika situasi tidak terkendali, maka alat-alat pelengkap polisi itu harus dihadirkan. Dalam aksi masa di Pelabuhan Sape, polisi juga harusnya masuk ke dalam kerumunan massa untuk membubarkan. Jika tidak memungkinkan, kata Haris, polisi bisa menggunakan water cannon. "Bukan dengan membunuh," kata Haris.

Polisi juga harusnya bisa memaksa Bupati Bima untuk mendengarkan tuntutan masyarakat. Polisi harusnya tahu akar permasalahan sehingga bisa mendesak Bupati untuk mendengarkan tuntutan masyarakat. "Harusnya Bupati itu yang dipaksa untuk mengambil keputusan yang bisa memberikan efek kepada masyarakat untuk membubarkan diri," kata Haris.

Terkait dampak dari tersendatnya logistik di pelabuhan, kata Haris, menunjukkan kegagalan pemerintah dalam sektor pembangunan. Pemerintah setempat harusnya bisa membuat dermaga darurat untuk menjamin proses distribusi melalui kapal. "Toh, tidak ada laporan seberapa jauh keterhambatan suplai," kata Haris.

Haris juga menilai Kapolda NTB harus bertanggung jawab dalam kasus di Sape ini. Hal itu disebabkan sebelum bentrokan terjadi, kata Haris, kapolda mengeluarkan instruksi kepada masyarakat untuk membubarkan diri sebelum dibubarkan oleh polisi. "Berarti memang sudah dengan persetujuan dia (pembubaran di pelabuhan)," kata Haris.

Semua petugas yang terlibat di dalam pengamanan itu, kata Haris, harus diseret ke pengadilan pidana. Pengadilan militer juga dinilai Haris tidak cukup karena polisi dianggap hanya melakukan pelanggaran etik dan tindakan indisipliner dengan hukuman maksimal tiga minggu. "Jadi tidak ada efek jeranya seperti itu," kata Haris.

Haris mengatakan, dengan situasi belakangan ini, bukan tidak mungkin nasib Indonesia akan seperti Tunisia. Hal itu karena saat ini banyak permasalahan serupa yang terjadi di berbagai daerah. "Jadi perlawanan kepada rezim pemerintah sudah bukan di kota lagi, tapi sudah dari desa-desa," ujar Haris.

Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Digg
Facebook
Reddit

Perusahaan Pemantik Bentrok Bima Belum Punya Izin Pinjam Hutan


Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Eko Bambang Sutedjo mengatakan PT Sumber Mineral Nusantara yang memantik bentrokan antara polisi dan warga Bima, Nusa Tenggara Barat, belum memegang izin pinjam pakai hutan.

“Baru izin eksplorasi. Jadi, belum mulai apa-apa,” tutur Eko ketika ditemui, Selasa, 27 Desember 2011.

Menurut dia, Sumber Mineral mendapat izin kuasa pertambangan pada 2008. Setelah terbit Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, pada 2010 izin Sumber Mineral dialihkan menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Selanjutnya, Sumber Mineral mengajukan izin pinjam pakai lahan hutan seluas 24.890 hektare. Namun, hingga kini Sumber Mineral masih melakukan sosialisasi sembari mengajukan izin pinjam pakai. “Sumber Mineral belum masuk wilayah. Bersamaan dengan itu, ada demo,” ucapnya.

Menurut surat keputusan Bupati Bima kepada Direktur Utama Sumber Mineral, Gunardi Salam, Faiman perihal Izin Usaha Pertambangan Bahan Galian, perusahaan itu beralamat di Kompleks Rumah Kantor Tanjung Mas Raya Blok B1 Nomor 43, Tanjung Barat, Jakarta Selatan.

Tapi, saat Tempo menyambangi alamat tersebut, isinya adalah kantor Notaris Ida Firdiyanti. Bergeser ke kantor berlantai tiga bernomor 40, tidak jauh dari kantor Ida, Tempo mendapati sebuah kantor bernama mirip, yaitu PT Sumber Alam Cipta Nusantara.

Kantor itu memiliki papan nama bercat biru dan merah. Namun, nama perusahaan seperti terhapus, ditimpa cat lain yang berwarna biru gelap. Di sana Tempo disambut seorang pria penjaga kantor yang mengaku tak tahu-menahu soal PT Sumber Mineral.

"Ini kantor PT Sumber Alam Cipta Nusantara," ia menegaskan. Tempo mengamati, lantai satu kantor dirancang sebagai ruang tamu lengkap dengan seperangkat meja dan kursi. Di sudut ruangan terdapat lemari pajang yang berisi contoh bebatuan mineral.

Di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Tempo juga tidak berhasil menemui Stephen yang dikabarkan sebagai pengusaha asal Mataram yang terlibat di Sumber Mineral. Ibunya, yang membuka toko Dunia Buah di Cakranegara, menyangkal Stephen memiliki usaha tambang.

“Tidak, Stephen tidak punya kemampuan itu,” katanya. Ia menambahkan, anaknya itu sedang menjalani pengobatan akibat sakit maag di Singapura selama sepekan terakhir.

Akta pendirian perusahaan tertanggal 14 Juli 2004 menyebutkan pemegang saham awal perusahaan adalah PT Sumber Abadi Nusantara sebanyak 49.995 lembar senilai Rp 499.950.000 dan Gunardi Salam Faiman sebanyak 5 lembar senilai Rp 50.000.

Adapun situs web Arc Exploration menyebutkan, Sumber Mineral Nusantara adalah perusahaan patungan antara pengusaha lokal dan perusahaan Australia, Arc Exploration. Arc memegang 95 persen saham.

Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Digg
Facebook
Reddit

DPR Kirim Tim Pencari Fakta ke Bima


Anggota Komisi Hukum dari fraksi PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan menyatakan Komisi Hukum berencana mengirimkan tim pencari fakta ke Bima, Nusa Tenggara Barat. Tim dikirim setelah Tahun Baru, kemungkinan setelah masuk masa sidang III yang dimulai 8 Januari 2012


"Saya sudah komunikasi ke pimpinan Komisi Hukum dan beliau setuju datang ke Bima," kata Trimedya saat menerima perwakilan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Bima di DPR Kamis 29 Desember 2011.


Menurut Trimedya, fraksinya sudah mengirim tiga orang sebagai tim pencari fakta ke Bima. "Janjinya lusa sudah kembali ke Jakarta dan melaporkan hasilnya," kata Ketua Bidang Hukum dan Perundang-undangan PDI Perjuangan.


Di dalam pertemuan antara fraksi PDI Perjuangan dengan LMND ini dipertontonkan video yang memperlihatkan dua penembak jitu (sniper) bersiap membidik di atap salah satu bangunan di Pelabuhan Sape, Bima saat Sabtu, 24 Desember 2011 subuh tersebut.

Anggota Komisi Pertahanan dan Luar Negeri Tubagus Hasanudin menyatakan peristiwa di Bima pada pagi hari tersebut sudah termasuk penyerbuan, bukan lagi pengendalian massa. "Ketika ada pengendalian massa kok naif sekali disana ada sniper karena menempatkan rakyat itu sebagai musuh dan dalam bangsa berideologi Pancasila itu tidak benar," kata dia.

Di dalam Protap, kata Tubagus, pengendalian massa bisa dilakukan setelah negosiasi tidak membuahkan hasil. Pengendalian massa dilakukan dalam posisi jauh hanya menggunakan tameng, gas air mata, water cannon, dan alat pemukul karet.

Dalam negosiasi, Tubagus menambahkan, prosedurnya harus ada perwakilan semua pihak termasuk pertambangan. Saat ada potensi terjadinya bentrok harus ada tim medis dan ambulans.

Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Digg
Facebook
Reddit

Polri Didesak Bebaskan 38 Warga Bima


Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Markas Besar Polri membebaskan 38 warga yang menjadi tersangka dalam bentrokan di Bima, Nusa Tenggara Barat. IPW menilai para tersangka sebagai korban keberpihakan polisi kepada perusahaan tambang di wilayah tersebut.

"Jika 38 tersangka tetap diproses, sama artinya Polri menjadi institusi hukum antirakyat," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane melalui siaran pers yang dikirim ke Tempo, Kamis, 29 Desember 2011.

Bentrokan polisi dan warga pecah di Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, Sumbawa, Sabtu, 24 Desember 2011. Peristiwa bermula saat warga memblokir Pelabuhan Sape. Mereka menuntut Pemerintah Daerah Bima mencabut izin eksplorasi penambangan emas di wilayah itu. Demonstrasi yang dibubarkan oleh polisi berakhir bentrok dengan tiga warga tewas.

Neta memandang warga Bima memblokade Pelabuhan Sape sebagai bentuk perjuangan melawan kerusakan lingkungan dari eksplorasi perusahaan tambang. Dia menilai, tindakan para warga sebagai bentuk mencari perhatian pemerintah untuk peduli dengan persoalan lingkungan. "Tetapi mereka malah menjadi korban tindakan represif," katanya.

Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Digg
Facebook
Reddit

Ini Kronologi Bentrokan Bima


Beberapa orang yang turut dalam aksi di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, pada 24 Desember lalu, memberi kesaksian tentang kronologi aksi yang berakhir dengan penembakan oleh aparat. Warga beberapa desa di Bima menyebutkan kericuhan dimulai oleh provokasi polisi. Meski massa telah menyerahkan senjata, polisi terus mendesak ke arah massa.

Warga Desa Roto, Ikang Fauzi, mengatakan, pagi hari saat aksi hendak berlangsung, polisi berada di depan gerbang Pelabuhan Lambu. Menurut Kepala Polresta Bima Ajun Komisaris Besar Polisi Kumbul K.S., ia memanggil salah satu warga yang bernama Hasanuddin untuk berbicara di depan gerbang. Hasanuddin adalah koordinator lapangan utama di Pelabuhan Sape.

“Dia minta masyarakat menyerahkan senjata,” kata Ikang. Permintaan Kumbul ini tak diiyakan oleh Hasanuddin. Hasanuddin yang melihat ratusan polisi berjaga meminta jaminan bahwa polisi tak akan melakukan penembakan terhadap warga. Menurut Ikang, Kapolresta memberikan jaminan.

Setelah itu, pintu gerbang pun dibuka oleh Syahbuddin alias Om Budi, seorang warga yang turut dalam aksi. Sejumlah polisi wanita lantas masuk ke areal pelabuhan dan mengamankan para wanita dengan cara merangkul dan memeluk mereka. Namun, belakangan, sejumlah pasukan pengendalian massa (dalmas) dengan tameng dan pentungan rotan merangsek ke dalam pelabuhan.

Pasukan dalmas itu diikuti oleh pasukan Brigade Mobil yang menggunakan senjata tajam dan sebuah mobil water cannon. Terjepit, Hasanuddin sempat melakukan upaya negosiasi dengan polisi. “Hasanuddin sempat bilang mereka meminta waktu untuk berembuk dengan warga soal kesepakatan malam tadi,” ujarnya.

Pada malam sebelum bentrokan, koordinator lapangan dari Front Rakyat Anti Tambang, Ridho, mengatakan sempat terjadi pertemuan antara Kepala Polda NTB Brigadir Jenderal Arif Wahyudani dan perwakilan sejumlah warga. Pertemuan dipimpin Hasanuddin.

Kapolda meminta warga membubarkan diri dengan jaminan surat kesepakatan bahwa Kapolda, Muhammad Farouk, dan Hj Najib akan mengawal pencabutan Surat Keputusan Bupati Bima Ferry Zulkarnaen nomor 188.45/347/004/2010 yang diprotes warga. “Pertemuannya kira-kira pukul 22.00 di dekat pelabuhan, sebelah rumah makan Arema,” ujar Ikang.

Tapi Hasanuddin tak mengiyakan kesepakatan ini. Hasanuddin yang kini ditahan polisi meminta waktu kepada Kapolda untuk berembuk kepada warganya keesokan harinya. Sebab, sebagian besar warga sudah pulang dan mereka tidak bisa memutuskan sendiri. Kapolda pun memberikan kesempatan kepada Hasanuddin untuk berkonsultasi.

Pemuda Lambu, Muhdar ,mengatakan upaya Hasanuddin itu tak membuahkan hasil. Kepala Polserta Kumbul malah memerintahkan anak buahnya maju sepuluh langkah menuju arah dermaga. Kumbul juga meminta masyarakat menyerahkan senjata yang mereka pegang.

“Sebagian memang kita serahkan, tapi ada yang tidak menyerahkan sebagian kecil,” ujarnya. Kumbul kemudian memerintahkan pasukannya maju kembali tiga langkah. “Sampai kami merapat ke tembok dermaga dan jarak antara kami dan pasukan kira-kira tiga sampai lima meter saja."

Keadaan mulai memanas ketika tombak seorang warga diambil paksa oleh seorang anggota intel. Aksi lanjutannya adalah penyergapan Syahbuddin oleh petugas intel. Anshari alias Owen yang mencoba menenangkan warga dengan naik ke atas kendaraan yang mengangkut alat pengeras suara pun ikut diseret oleh polisi.

“Terakhir Hasanuddin yang ditangkap intel,” ujarnya. Kumbul pun memerintahkan anak buahnya untuk menembakkan senjata. “Semua warga bubar kocar-kacir, ada yang lari ke dalam ruang tunggu, ada yang lari ke luar gerbang, ada juga yang lari ke laut."

Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Digg
Facebook
Reddit

Warga Bima Tetap Tuding Polisi Biang Provokasi


Warga Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, membantah tragedi di Pelabuhan Sape terjadi akibat provokasi massa. Menurut pengakuan Syamsuddin, warga Desa Soro, justru polisi yang sejak Sabtu dini hari melakukan provokasi terhadap warga.

“Sejak Jumat malam, sudah ada tanda-tanda provokasi oleh kepolisian,” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 28 Desember 2011. Aksi provokasi oleh aparat itu dimulai sejak pukul 22.00 WITA. Polisi memulai aksi provokasi dengan melakukan pemadaman listrik.

“Semua di Kecamatan Lambu dan Sape listrik dipadamkan,” kata Syamsuddin. Pemadaman ini dilakukan tidak sepanjang malam, sesekali listrik dinyalakan.

“Jadi, jam sepuluh itu mati, setengah jam kemudian hidup sebentar. Kemudian mati lagi, berulang-ulang sampai jam 03.00 (WITA) itu polisi akhirnya mematikan listrik sampai pagi kejadian penembakan,” tuturnya. Tak hanya dengan mematikan listrik, Syamsuddin bahkan sempat mendengar tiga kali suara letusan senjata api ke udara sekitar pukul 03.00 WITA.

Aksi provokasi oleh polisi juga terjadi pada pagi hari menjelang kejadian berdarah di Pelabuhan Sape. Ia mengatakan polisi sengaja memasang blokade di tiga titik. Blokade ini ditempatkan di perempatan jalan menuju pelabuhan, Lambu, dan Kampung Jala. “Pertama, jalan di depan SMA Kelautan di Soro; kedua, di jalan mau ke Kampung Jala; ketiga, di Pelabuhan Sape,” ujarnya.

Blokade jalan ini dilakukan agar warga yang sempat pulang ke rumahnya pada Jumat malam itu tak bisa kembali ke Pelabuhan Sape. Sebab, banyak masyarakat yang pulang ke rumah kalau malam. Sedangkan pada malam itu hanya sekitar 50 orang yang menginap di pelabuhan.

Bentrokan antara massa dan polisi di Bima meletus pada Sabtu, 24 Desember 2011 lalu. Massa menuntut dibekukanya izin operasional pertambangan milik PT Sumber Mineral Nusantara. Pelabuhan Sape sempat diduduki massa sehingga seluruh aktivitas di pelabuhan lumpuh. Polres Lambu serta kompleks perumahan di sekitar Polres juga sempat dibakar.

Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Digg
Facebook
Reddit

Tiga Perwira Polisi Diperiksa dalam Kasus Bima


Juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution, menyatakan sudah memeriksa 97 polisi dalam insiden penyerbuan massa di Pelabuhan Sape, Bima. "Kami melakukan pemeriksaan terhadap perwira pengendali. Pangkat mereka dari yang tertinggi sampai yang terendah," katanya, Kamis 29 Desember 2011.


Saud tidak memastikan apakah pemimpin Kepolisian Resor Bima dan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat ikut diperiksa. "Saya harus memastikan terlebih dulu," ucapnya. Yang jelas, menurut Saud, tiga anggota telah diperiksa sebagai pelaku pelanggaran disiplin. "Ada yang menendang dan memopor," ujar Saud.

Dia juga mengatakan tim Pusat Laboratorium dan Forensik yang dikirimkan ke Bima beserta tim pengawas internal masih melakukan penyidikan. Dalam olah perkara di lokasi kejadian, jenis peluru yang digunakan aparat belum dapat diidentifikasi.

Dari Bima dilaporkan, anggota Badan Reserse Kriminal Polres Kota Bima, Brigadir Satu Fatwa dan Brigadir Satu Sukarman, serta anggota Detasemen Brigade Mobil Bima, Brigadir Dua Fauzi, segera diperiksa dalam kasus penembakan di Sape. Mereka dianggap bertindak melampaui batas saat menghadapi massa yang menggelar unjuk rasa.

Tindakan melampaui batas itu mulai menendang, memukul, hingga memopor pendemo dengan senjata. "Pekan depan ada sidang oleh Propam Polda NTB. Ada tindakan keluar dari prosedur tetap," ujar juru bicara Polda Nusa Tenggara Barat, Ajun Komisaris Besar Sukarman Husein, kemarin.

Di tempat terpisah, kemarin, anggota Dewan Perwakilan Rakyat menggelar pertemuan dengan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi. Acara ini diisi dengan menonton video penyerbuan aparat kepada massa di Pelabuhan Sape pada Sabtu pekan lalu.

Menurut Tubagus Hasanudin, anggota Komisi Pertahanan dan Luar Negeri DPR, aksi aparat di Bima bukan lagi pengendalian massa, tapi penyerbuan. "Ketika ada pengendalian massa, naif bila di sana ada sniper. Itu menempatkan rakyat sebagai musuh," ujarnya. Akibat penyerbuan ini, dua orang tewas tertembak.

Dalam prosedur tetap, dia menambahkan, pengendalian massa bisa dilakukan setelah negosiasi tidak membuahkan hasil. "Pengendalian massa dilakukan dalam posisi jauh, hanya menggunakan tameng, gas air mata, water canon, dan alat pemukul karet," ujar Hasanudin. 

Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Digg
Facebook
Reddit

Bukti Kuat Pelanggaran HAM di Bima Ditemukan


Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan bukti kuat terjadinya pelanggaran HAM dalam tragedi di Pelabuhan Sape pada 24 Desember lalu. Bukti kuat itu berupa penyerbuan oleh aparat kepolisian dan mengakibatkan tiga orang tewas.

Anggota Komisi Nasional HAM, Ridha Saleh, menyatakan jatuhnya tiga korban telah terkonfirmasi dan menjadi bukti adanya pelanggaran tersebut. "Dua meninggal karena tertembak, satu meninggal di rumah setelah mengikuti aksi," kata Ridha,Kamis 29 Desember 2011.

Tiga korban itu, Ridha menjelaskan, bernama Arif Rahman, Syaiful, dan Arifuddin Arrahman. Nama yang terakhir saat meninggal tubuhnya penuh lumpur. "Di bagian pantatnya terdapat luka," ujarnya.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar menilai penembakan aparat ke arah massa menyalahi prosedur. "Menyalahi prosedur karena pada pagi itu massa sudah bersedia negosiasi. Yang terjadi justru polisi bergerak maju sambil melepas tembakan," ucapnya.

Dari pengakuan sejumlah warga, Haris menambahkan, tidak ada aksi perlawanan terhadap polisi. Yang terjadi malah adanya penyiksaan sejumlah anak oleh aparat. "Mereka digebuki dan ditendang," katanya.

Kasus ini bermula dari aksi penolakan warga terhadap izin eksplorasi tambang PT Sumber Mineral Nusantara. Izin diberikan oleh Bupati Bima Ferry Zulkarnain. Ferry berjanji akan mencabut izin eksplorasi tambang di Lambu, setelah ada rekomendasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution, mengatakan institusinya sedang memeriksa sejumlah orang. Temuan lembaga lain akan menjadi masukan. Dari anggota kepolisian, kata dia, sudah diperiksa 97 orang. Mereka diduga terlibat dalam pelanggaran hukum, disiplin, dan kode etik kepolisian.

Adapun dari masyarakat sebanyak 18 orang juga dimintai keterangan. Anggota kepolisian yang diperiksa terdiri atas unit pengendalian massa, unit reserse, polisi wanita, dan perwira pengendali. Saud mengatakan semua yang bersalah dalam kasus Pelabuhan Sape akan diproses dan diberi sanksi.

Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Digg
Facebook
Reddit
 

Info Bisnis Indonesia Copyright © 2009 Info Bisnis Indonesia is Designed by Iklan Baris Gratis - bisnis pulsa gratis