Warga Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, membantah tragedi di Pelabuhan Sape terjadi akibat provokasi massa. Menurut pengakuan Syamsuddin, warga Desa Soro, justru polisi yang sejak Sabtu dini hari melakukan provokasi terhadap warga.
“Sejak Jumat malam, sudah ada tanda-tanda provokasi oleh kepolisian,” ujarnya kepada Tempo, Rabu, 28 Desember 2011. Aksi provokasi oleh aparat itu dimulai sejak pukul 22.00 WITA. Polisi memulai aksi provokasi dengan melakukan pemadaman listrik.
“Semua di Kecamatan Lambu dan Sape listrik dipadamkan,” kata Syamsuddin. Pemadaman ini dilakukan tidak sepanjang malam, sesekali listrik dinyalakan.
“Jadi, jam sepuluh itu mati, setengah jam kemudian hidup sebentar. Kemudian mati lagi, berulang-ulang sampai jam 03.00 (WITA) itu polisi akhirnya mematikan listrik sampai pagi kejadian penembakan,” tuturnya. Tak hanya dengan mematikan listrik, Syamsuddin bahkan sempat mendengar tiga kali suara letusan senjata api ke udara sekitar pukul 03.00 WITA.
Aksi provokasi oleh polisi juga terjadi pada pagi hari menjelang kejadian berdarah di Pelabuhan Sape. Ia mengatakan polisi sengaja memasang blokade di tiga titik. Blokade ini ditempatkan di perempatan jalan menuju pelabuhan, Lambu, dan Kampung Jala. “Pertama, jalan di depan SMA Kelautan di Soro; kedua, di jalan mau ke Kampung Jala; ketiga, di Pelabuhan Sape,” ujarnya.
Blokade jalan ini dilakukan agar warga yang sempat pulang ke rumahnya pada Jumat malam itu tak bisa kembali ke Pelabuhan Sape. Sebab, banyak masyarakat yang pulang ke rumah kalau malam. Sedangkan pada malam itu hanya sekitar 50 orang yang menginap di pelabuhan.
Bentrokan antara massa dan polisi di Bima meletus pada Sabtu, 24 Desember 2011 lalu. Massa menuntut dibekukanya izin operasional pertambangan milik PT Sumber Mineral Nusantara. Pelabuhan Sape sempat diduduki massa sehingga seluruh aktivitas di pelabuhan lumpuh. Polres Lambu serta kompleks perumahan di sekitar Polres juga sempat dibakar.
Browse: Home > Warga Bima Tetap Tuding Polisi Biang Provokasi
0 Comments:
Posting Komentar